Suaranet.com, Kota Gorontalo – Sengketa lahan Cagar Budaya di pusat Kota Gorontalo antara Ledya Pranata Widjaja dan Pemerintah Kota Gorontalo akhirnya berujung damai.
Kesepakatan perdamaian resmi dibacakan dan dikuatkan dalam persidangan terbuka oleh Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo, Kamis, 14 Agustus 2025, dan tercatat dalam Akta Perdamaian Nomor 25/Pdt.G/2025/PN Gto.
Perdamaian ini merupakan hasil mediasi antara kedua belah pihak yang dipimpin oleh hakim mediator Muammar Maulis Kadafi, S.H., M.H. dengan hakim ketua Ottow Wijanarto Tiop Ganda Pura Siagian, S.H., M.H. serta dua hakim anggota.
Kuasa Hukum Ledya Pranata Widjaja, Agung Rahmawan Datau mengatakan, Perkara ini berawal dari gugatan kliennya sebagai pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 31/Kelurahan Ipilo, atas sebidang tanah seluas 2.625 m² yang berlokasi strategis di Kelurahan Ipilo, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo.
Di sebelah utara lahan tersebut berdiri bangunan kantor Bank BRI Cabang Gorontalo, sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Jalaluddin Tantu, timur dengan saluran air, dan barat dengan Jalan Nani Wartabone.
“Penggugat menyatakan dirugikan atas terbitnya Surat Keputusan Walikota Gorontalo No. 126/10/II/2020 tertanggal 7 Februari 2020, yang berdampak pada terganggunya hak keperdataan atas tanah tersebut,” kata Agung.
Dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani pada 11 Agustus 2025, Pemerintah Kota Gorontalo melalui kuasa hukumnya, menyatakan kesediaan untuk melakukan kajian terhadap SK Walikota tersebut dalam waktu paling lambat 30 hari kalender sejak kesepakatan ditandatangani.
Sebagai bagian dari isi kesepakatan, apabila kajian telah dilakukan sesuai hukum yang berlaku, pihak penggugat tidak akan mengajukan keberatan atau upaya hukum lain dalam bentuk apapun.

Putusan Majelis Hakim
Dikatakan Lawyer muda ini, Majelis Hakim telah menyatakan bahwa: Kedua belah pihak wajib menaati isi kesepakatan perdamaian yang telah disetujui; dan Biaya perkara sebesar Rp200.000 dibebankan secara bersama kepada penggugat dan tergugat, masing-masing separuh.
“Putusan ini sekaligus menegaskan pentingnya mediasi sebagai sarana penyelesaian sengketa,” ujarnya.
Kesepakatan ini tidak hanya mengakhiri persengketaan yang berlarut, tetapi juga menjadi simbol penyelesaian hukum yang adil dan berpihak pada kepentingan bersama.
“Proses mediasi ini juga menunjukkan peran aktif pengadilan dalam mengedepankan prinsip win-win solution di tengah dinamika pertanahan di daerah,” pungkasnya.