SUARANET.COM, Gorontalo – Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo mengunjungi Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo untuk mencari kejelasan mengenai Masalah tumpang tindih dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh beberapa pihak pemerintah daerah yang terungkap semakin mendalam.
Ketua Komisi I AW Thalib mengatakan, Ketika ditelusuri lebih lanjut muncul berbagai aset yang diklaim oleh beberapa pihak dengan dokumen yang saling bertentangan.
“Sudah muncul ternyata bahwa yang diklaim oleh Biro Umum juga diklaim oleh Dinas Pertanian,” kata Thalib.
Pengadaan tanah yang dilakukan pada tahun 2002 dan 2003 melibatkan dana sebesar Rp75 juta dan Rp60 juta untuk objek yang sama. Selain itu, terdapat pihak lain yang mengklaim tanah tersebut telah dihibahkan ke desa.
“Jadi ada tiga pihak yang mengklaim tanah ini: Biro Umum, Dinas Pertanian, dan pihak desa,” tambahnya.
AW Thalib juga menyebutkan bahwa dokumen-dokumen yang ada perlu didukung oleh bukti administratif.
“Tidak hanya sekadar histori, kita butuh bukti administratif yang sesuai dengan kaedah pertanggungjawaban keuangan pada saat itu,” ungkap Thalib.
Seorang ahli menegaskan bahwa dokumen pengadaan tanah dari tahun 2002 harus dirinci, termasuk siapa yang menerima uangnya dan batas tanah tersebut.
“Jika memang ada pengadaan tanah pada tahun 2002, mana dokumennya? Siapa yang menerima uangnya dan batasannya di mana?” katanya.
Ia juga mengatakan, pada dokumen tahun 2003 juga ditemukan kesalahan.
“Dokumen yang ada merujuk pada desa Menunggalkarya, bukan Motolohu. Ini juga menjadi masalah,” jelasnya.
Kepala Tim Tirupadu, Pak Heri, juga memberikan rekomendasi terkait masalah ini.
“Kami minta PDTT dan Inspektorat untuk menelusuri persoalan ini yang dalam pencatatan aset di badan pengelola keuangan dan aset,” ujarnya.
Menurutnya, masalah ini perlu penelusuran terhadap dokumen-dokumen awal yang diserahkan oleh dua OPD, yaitu Biro Umum dan Dinas Pertanian.
Disisi lain, dalam wawancara dengan Salam satu anggota Komisi I, Meike Kamaru, ia mengusulkan untuk menghibahkan saja tanah yang bermasalah. Namun, ia menegaskan bahwa legal standing tanah tersebut belum jelas.
“Barang ini belum kita kuasai penuh karena belum ada bukti kepemilikan dan sertifikatnya belum ada,” kata Meike.
Di akhir wawancara, AW Thalib menyatakan bahwa dokumen yang belum lengkap tidak bisa serta merta disertifikatkan.
“Pertanahan tidak akan serta-merta melayani itu tanpa pemenuhan dokumen lengkap,” jelasnya.
Masalah ini menunjukkan betapa kompleksnya pengelolaan aset tanah pemerintah dan pentingnya dokumentasi yang akurat serta transparan dalam setiap proses pengadaan tanah.