Example floating
Example floating
Badan Keuangan
DPRD Kota Gorontalo

Narasi Media dan Martabat Pesantren: Ketika Kritik Tak Lagi Edukatif

×

Narasi Media dan Martabat Pesantren: Ketika Kritik Tak Lagi Edukatif

Sebarkan artikel ini
Anggota Fraksi PPP DPRD Kota Gorontalo, Suryadi Antule. (Foto/Suaranet.com)

Suaranet.com, Kota Gorontalo – Tayangan salah satu program di stasiun televisi nasional Trans7 baru-baru ini menuai beragam tanggapan, khususnya dari kalangan pesantren dan para tokoh keagamaan. Bukan tanpa alasan. Tayangan yang disorot dianggap menyajikan narasi yang tidak berimbang dan menyederhanakan realitas kehidupan pesantren, bahkan dinilai berpotensi merendahkan martabat para kiai sepuh.

Reaksi pun datang dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Kota Gorontalo. Salah satu anggotanya, Suryadi Antule, yang juga duduk di Komisi III DPRD, mengecam narasi tayangan tersebut karena dinilai berpotensi membentuk persepsi publik yang keliru tentang dunia pesantren.

“Masalahnya bukan cuma pada satu kutipan atau kalimat. Ini soal bagaimana keseluruhan narasi disusun yang jauh dari realitas keseharian santri,” tegas Suryadi

Menurut Fraksi PPP ini, kehidupan pesantren tidak bisa direduksi menjadi potongan sensasi visual atau narasi yang kering dari nilai-nilai luhur. Tayangan yang menampilkan kritik tanpa pemahaman mendalam terhadap kultur dan nilai yang hidup di dunia pesantren, menurut mereka, justru berujung pada stigmatisasi alih-alih edukasi.

“Kritik boleh, tapi harus berbasis empati dan pengetahuan. Kalau tidak, yang terjadi justru pembingkaian negatif terhadap lembaga yang sudah terbukti mendidik jutaan anak bangsa dengan nilai moral dan spiritual,” kata Suryadi.

Fraksi PPP juga menilai, sebagai media nasional, seharusnya menjunjung tinggi tanggung jawab sosial, terutama dalam menyikapi isu-isu keagamaan. Ketika simbol-simbol keulamaan dan pesantren dijadikan bahan narasi yang bias, maka yang terjadi adalah luka kolektif bagi jutaan santri dan alumni pesantren di seluruh Indonesia.

Sebagai partai yang memiliki akar kuat dalam tradisi pesantren, PPP mendesak Trans7 untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat pesantren, utamanya kepada para kiai sepuh yang merasa disinggung atau dirugikan oleh tayangan tersebut.

“Ini tentang etika di ruang publik, tentang tanggung jawab media dalam merawat kepercayaan dan kehormatan lembaga pendidikan keagamaan,” ujarnya.

Lebih jauh, Fraksi PPP menegaskan pentingnya membangun hubungan yang sehat antara media dan lembaga keagamaan. Bukan hanya sebagai objek berita, tapi sebagai mitra dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Media dan pesantren semestinya saling mendukung, bukan saling melukai. Kita semua punya tanggung jawab yang sama: menjaga integritas, membangun generasi, dan memelihara keutuhan sosial,” tutup Suryadi.

Example 728x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *