Suaranet.com – Sekarang ini publik di gemparkan dengan anak-anak muda yang mengkritik pemerintah lewat sosial media tepatnya di tiktok. Pembungkaman suara oleh beberapa kepala daerah menghadapi kitik panas dengan mengintimidasi hingga berlanjut ke badan hukum kepolisian.
Kasus ini terjadi di jambi, seorang anak pelajar SMP yang berinisil SFA memprotes pembangunan pabrik dikota jambi yang merusak rumah neneknya. Dia menyebut pembangunan pabrik sudah berjalan sepuluh tahun. Selama itu pula, kendaraan berat lalu lalang disekitar rumah neneknya. Bangunan tersebut lama kelamaan rusak.
Dia berkata neneknya adalah seorang veteran. Namun, Walikota Jambi Syarif Fasha tak menghargainya. Bukannya memperbaiki tata kelola pembangunan, pemkot jambi justru menyeret siswi SMP itu ke polisi. Mereka melaporkan SFA dengan UU ITE. (CNN Indonesia).
Sejatinya, Pemerintah harusnya menghargai kritikkan masyarakat, seluruh para pemerintah yakni diharuskan mencapai kehidupan berbangsa yang demokratis. Kritik harus selalu dirawat dan dihargai. Pemerintah tidak boleh membungkam dan mengucilkannya. Harusnya kritikkan itu disambut dengan tangan terbuka, diterima sebagai sebuah “gagasan baru” untuk evaluasi dan juga perbaikan dimasa kepemerintahan. Jangan menganggap bahwa kritik itu adalah sebuah ekspresi kebencian yang dimana berusaha melengserkan dan membuat rusak citra kekuasaan negara.
SFA membuat vidio permintaan maaf melalui akun Tiktok-nya. Pemkot pun mencabut Laporannya. Alasan pemerintah kota jambi disalah satu ulasan vidio bersumber dari CNN Indonesia, mencabut kembali laporannya dikatakan bahwa mereka tidak mengetahui si pengkritik ini masih duduk di bangku SMP, dan juga alasan kedua mereka melaporkan kritikkan dikatakan bahwa untuk memberikan efek jera kepada si pelaku kritik tersebut.
Berarti bisa disimpulkan bahwa pemerintah kota jambi adalah antikritik terhadap kepemerintahannya, mereka tidak membuat sebuah wawancara terlebih dahulu kepada SFA sehingga SFA tersebut kaget dan langsung membuat vidio Verifikasi minta maaf tersebut karena ia masih termasuk pelajar dan tidak mau terancam oleh badan hukum.(Restiarani Saputri Dako)